makalah



MAKALAH ILMU TAUHID : STAIS MAJENANG
 
BAB I
PENDAHULUAN

Kepercayaan sesuatu agama merupakan pokok dasarnya. Islam sebagai agama yang mengingkari agama-agama Yahudi dan Nasrani serta agama-agama Berhala merasa perlu untuk menjelaskan pokok dasar ajarannya dan segi-segi dakwah yang menjadi tujuannya, al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi Muhammad saw banyak berisi pembicaraan tentang Wujud Tuhan, Keagungan, dan ke Esaan-Nya. Qur’an terutama menyebutkan untuk sifat-sifat Tuhan yang banyak sekali dan sebagian lagi menyatakan macam-macam hubungan dengan makhluknya seperti mendengar, melihat, Maha adil, menciptakan, memberi rijki, menghidupkan, mematikan dan sebagainya.
Ilmu tauhid belum dikenal pada masa Nabi Muhammad saw dan sahabat-sahabatnya melainkan baru dikenal pada masa kemudiannya, setelah ilmu-ilmu keislaman satu persatu muncul dan setelah orang banyak suka membicarakan alam ghaib atau metafisika.
Masalah-Masalah Ilmu Kalam/IlmuTauhid
  1. Latar Belakang Munculnya Ilmu Kalam / Ilmu Tauhid
  2. Perbedaan Metode Ilmu Kalam Dengan Filsafat Islam, Fiqh dan TasawuF
  3. Pengaruh Sosial Politik Terhadap Ilmu Kalam / Ilmu Tauhid




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Masalah-Masalah Ilmu Kalam / Ilmu Tauhid.
Adalah aqidah islam karena sesuai dengan dalil-dalil akal pikiran dan dalil naqli, menetapkan keyakinan aqidah dan menjelaskan tentang ajaran-ajaran yang dibawa oleh junjungan Nabi Muhammad SAW, Bahkan merupakan kelanjutan dari ajaran para Nabi sebelumnya. Al-Qur’an sebagai kitab suci menggariskan ajaran-ajarannya diatas jalan yang terang yang belum pernah dilalui oleh kitab suci sebelumnya, yaitu: jalan yang memungkinkan orang di zaman ia diturunkan dan orang yang datang kemudian untuk melaluinya.

B.     Latar Belakang Munculnya Ilmu Kalam / Ilmu Tauhid.
Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya Ilmu Kalam / ilmu tauhid dapat dibagi menjadi dua , yaitu faktor dari dalam ( intern) dan faktor dari luar ( extern)
1.       Faktor Intern. Faktor-faktor intern yang menyebabkan timbulnya ilmu kalam / ilmu tauhid ada tiga macam, yaitu:
1)      Sesungguhnya Al-Qur’an itu sendiri disamping seruan dakwahNya kepada tauhid dan mempercayai kenabian dan hal-hal yang berhubungan dengannya juga menyinggung golongan-golongan dan agama, yang tersebar pada masa Nabi Muhammad SAW lalu Al-Qur’an itu menolaknya dan membatalkan pendapat-pendapatnya.
2)       Sesungguhnya kaum muslimin telah selesai menaklukkan negeri-negeri baru , dan keadaan mulai stabil serta melimpah ruah rezekinya ,disinilah akal pikiran mereka mulai memfilsafatkan agama .
3)      Masalah –masalah politik

2.      Faktor Extern. Faktor-faktor extern ada tiga factor penting, yaitu:
1)      Sesungguhnya kebanyakan orang-orang memeluk islam sesudah kemenangannaya, semula mereka memeluk berbagai agama, yaitu: Agama Yahudi, Kristen, Manu, Zoroaster, Brahmana, Sabiah, Atheisme dan lain-lain
2)       Sesungguhnya golongn islam yang terdahulu terutama golongan Mu’tazilah memutuskan perhatiannya yang terpenting adalah untuk dakwah islamiah dan bantahan alasan orang-orang yang memusuhi islam.
3)      Faktor ketiga ini merupakan kelanjutan factor yang kedua. Yaitu sesungguhnya kebutuhan para mutakallimin terhadap filsafat itu adalah untuk mengalahkan ( mengimbangi ) musuh-musuhnya, mendebat mereka dengan mempergunakan alasan-alasan yang sama, maka mereka terpaksa mempelajari filsafat Yunani dalam mengambil manfaat logika, terutama dari segi Ketuhanan. Kita mengetahui An-Nadhami ( tokoh Mu’tazilah ) mempelajari filsafat Aristoteles dan menolak babarapa pendapatnya.

C.     Perbedaan Metode Ilmu Kalam Dengan Filsafat Islam, Fiqh dan Tasawuf
Yang akan dibicarakan disini ialah perbedaan metode ilmu kalam dengan beberapa ilmu-ilmu keislaman lainnya, yaitu: Filsafat Islam, Fiqh dan Tasawuf.

D.    Pengaruh Sosial Politik Terhadap Ilmu Kalam / Ilmu Tauhid
Apabila memperhatikan masalah khilafah ( bentuk pemerintahan ) dengan akal pikiran yang sehat, maka dapat disimpulkan bahwa masalah khilafah adalah soal politik belaka. Agama tidak mengharuskan kaum muslimin mengambil bentuk Khilafah dengan sistem tertentu. Tetapi Agama hanya memberikan ketentuan supaya memperhatikan kepentingan umum. Mengenai khilafah Ibnu Taimiyah memandang bahwa tata politik yang lahir di Madinah setelah Nabi Muhammad SAW wafat adalah despensasi khusus dari Allah dan menyebutnya khilafah an-nubuwwah. Ia berpendapat bahwa kekholifahan ini juga memiliki sifat yang sui generic, yang tidak dapat terulang kembali didalam sejarah karena Nabi telah menyatakan; Kekholifahan ini, hanya bertahan selama tiga puluh tahun setelah itu yang ada hanyalah politik dalam pengertian yang umum.
Memang benar bahwa kholifah-kholifah dari dinasti-dinasti Umayah, Abbasiyah dan lain-lainnya menamakan diri mereka sebagai khulafah tetapi kaum muslimin terpaksa menerima hal itu karena mereka mamiliki kekuatan otoritas yang nyata dan mereka adalah “ Raja-raja kaum muslimin” dan “ Penguasa-penguasa diatas dunia “.Mereka tidak memerintah sebagai wakil-wakil Nabi, tetapi hanya tampil sesudah beliau wafat dan melaksanakan syariah sebagai hukum dasar Negara dengan semua upaya mereka dan oleh karena secara populer dijuluki sebagai khulafah. Jadi menurut Ibnu Taimiyah praktek-praktek yang telah dilakukan kaum muslimin di dalam sejarah tidak dapat di jadikan landasan filsafat politik tidak mau ada kesalahan dengan membenarkan kekuatan politik yang actual sebagaia otoritas yang dihibahkan oleh kholifah boneka tersebut. Karena tidak menemukan petunjuk mengenai teori teori konstitusionsl didalam Al Qur’an, Sunnah atau dalam praktek Khulafaur-Rasyidin, maka teori klasik mengenai kekhalifahan ditolaknya.
Qur’an sendiri, sebagai kitab utama agama Islam, menyerukan pemakaian akal pikiran dan memperhatikan alam semesta ini dengan panca indra, dan mencela keras taqlid (ikut – ikutan), terutama dalam soal- soal kepercayaan agama. Juga al-Qur’an banyak menyinggung dan membantah golongan-golongan atheist (dahriyyin), golongan musyrikin, mereka yang tidak mempercayai keputusan Nabi-nabi.
Karena itu kaum muslimin sendiri harus melepaskan akal pikirannya untuk menggali isi al-Qur’an dan Sunnah Rasul sebagai penjelas dan juru penerangnya (al-Qur’an). Pada waktu Rasul masih hidup, apabila terdapat sesuatu kesulitan atau sesuatu yang tidak dapat dipahami, atau diketahui, maka mereka bisa menanyakannya langsung kepada Rasul.
Setelah Rasul wafat, timbullah persoalan, siapakah yang berhak memegang khilafat (pimpinan kaum muslimin)sesudahnya? Dengan berlalunya masa, muncullah apa yang disebut ”peristiwa Ali r.a kontra Usman r.a. “ yang telah banyak menimbulkan persengketaan dan perdebatan dikalangan kaum muslimin untuk di ketahui siapa yang benar dan siapa pula yang salah.
Pertama yang di perselisihkan ialah soal “Imamah” (pimpinan kaum muslimin) dan syarat- syaratnya, serta siapa yang berhak memegangnya .Golongan syiah (pengikut Ali r.a) memonopolikan Imamah tersebut kepada Ali r.a. dan keturunan-keturunannya, sedangkan golongan khawarij dan Mu’tazilah meganggap, bahwa orang yang berhak memangku jabatan Imamah ialah orang yang terbaik dan paling cakap, meskipun ia budak belian atau bukan orang Arab (Quraisy). Dalam pada itu, menurut mayoritas kaum muslimin, yang pendapatnya moderat, yang berhak memangku jabatan tersebut ialah orang yang paling cakap dari golongan Quraisy, karena Rasul sendiri mengatakan : “imam-imam terdiri dari orang Quraisy “(bukan imam dalam sholat).
Setelah terjadi pembunuhan atas diri Usman r.a (th.655 M) timbul perselisihan yang lain, yaitu sekitar prsoalan dosa besar, apa hakekatnya dan bagaimana hukum orang yang mengerjakannya. Apa yang di maksudkan dengan dosa besar mula-mula ialah pembunuhan tersebut. Kelanjutannya sudah barang tentu ialah perselisihan tentang iman, apa pengertian dan bagaimana batasanya, serta pertaliannya dengan perbuatan lahir. Perselisihan ini telah menimbulkan golongan- golongan Khawarij, Murjiah dan kemudian lagi golongan Mu’tazilah,
Dengan demikian, maka perselisihan dalam soal dosa besar (pembunuhan) sudah bercorak agama yang sebelumnya masih bercorak politik dan kemudian menjadi pembicaraan yang penting dalam Tauhid Islam, sebagaimana halnya dengan urusan khalifah dan Imamah, sedangkan soal-soal ini sebenarnya lebih tepat kalau di masukkan kedalam ilmu fiqih karena bertalian dengan hukum amalan lahir, bukan dalam bidang kepercayaan.
Akan tetapi karena pendapat beberapa golongan Islam dalam soal-soal tersebut hampir membawa mereka keluar dari dasar-dasar agama Islam, maka Ulama–ulama Tauhid Islam memasukan soal-soal tersebut kedalam pembahasan Ilmu Tauhid agar bisa di bahas dengan sebaik-baiknya, lepas dari rasa fanatik dan penguasaan hawa nafsu dan agar bisa jelas antara yang benar dan yang salah, untuk menjaga kemurnian agama.
Dalam daerah-daerah yang di datangi oleh kaum Muslimin, terutama di Irak, pada pertengahan abad hijriah, terdapat bermacam-macam agama dan peradaban, yaitu peradaban Persia dan India yang dibawa oleh orang-orang persi dan India yang masuk islam; peradaban Yunani yang dibawa oleh orang-orang Suriani dan oleh buku-buku Yunani yang telah diterjemahkan kedalam bahasa Arab, peradaban yang dibawa oleh orang-orang Masehi yang telah memfilsafatkan agamanya dan memakai filsafat Yunani sebagai alat untuk memperkuat kepercayaan mereka. Sebagai akibat pertemuan agama islam dengan peradaban-peradaban tersebut, maka sebagian kaum muslimin mulai mencetuskan fikiran-fikiran yang bercorak filsafat dalam soal-soal agama yang tidak dikenal sebelumnya, serta mereka mulai memberikan pembuktian pembenarannya dengan alasan-alasan logika. Disamping itu ada juga yang menyatakan bahwa lahirnya ilmu kalam disebabkan karena perbedaan pendapat mengenai hukum, masihkah seorang muslim sebagai muslim setelah melakukan dosa besar? Ataukah menjadi kafir?.
Mengenai hal tersebut golongan khowarij menegaskan bahwa seorang muslim yang melakukan dosa besar tidak lagi sebagai muslim. Sebagai reaksi terhadap pandangan kaum khawarij yang keras itu timbullah kaum murji’ah. Menurut mereka orang islam yang berdosa besar tidak menjadi kafir, tetapi tetap mukmin. Soal dosa besar yang bersangkutan, mereka serahkan kepada keputusan Tuhan di hari perhitungan kelak. Sehubungan dengan masalah orang yang berbuat dosa besar sebagai diperdebatkan oleh kaum murji’ah dan khawarij diatas, timbul pula kaum mu’tazilah, sebagai aliran ketiga dalam ilmu kalam. Bagi mereka orang islam yang berbuat dosa besar bukan kafir tetapi bukan pula mukmin.
Selain masalah orang islam yang berdosa besar sebagaimana disebutkan di atas, muncul pula masalah takdir Tuhan. Menurut paham kodariyah bahwa manusia mempunyai kebebasan dan kekuatan sendiri untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Sedangkan menurut paham jabariyah bahwa Tuhan telah menakdirkan perbuatan manusia sejak awal, dan pada hakikatnya manusia itu tidak memiliki kehendak dan kudroh





BAB III
KESIMPULAN

Adanya perbedaan-perbedaan paham antara golongan atau paham khowarij, murji’ah dan muktajilah dalam menyikapi masalah seperti yang terjadi diatas. Akhirnya para Ulama ahli kalam (tauhid) merasa khawatir golongan-golongan tersebut didalam menentukan hukum dan menyikapi masalah-masalah yang terjadi, keluar dari nash yang sudah digariskan oleh al-qur’an dan hadits, terutama yang berkaitan dengan aqidah atau kepercayaan umat islam.
Maka lahirlah ilmu kalam sebagai landasan dan acuan didalam menyikapi masalah-masalah yang berkaitan dengan masalah-masalah aqidah (kepercayaan), sehingga tidak keluar dari ajaran dan ketentuan-ketentuan yang telah dinashkan oleh hukum-hukum islam baik al-Qur’an maupun Sunnah Rasulullah saw.
Keyakinan yang wajib kita pegang ialah, bahwa agama islam adalah agama (kepercayaan) “Tauhid” (monotheisme), bukan agama yang berpecah-pecah dalam keprcayaan-kepercayaan itu. Akal adalah pembantunya yang paling utama dan naql (al-Qur’an dan Sunnah) adalah merupakan sendi-sendi yang paling kukuh. Dibalik itu hanyalah godaan-godaan setan belaka dan nafsu-nafsu orang yang haus kekuasaan.
Qur’an menjadi saksi bagi segala amal perbuatan manusia dan menjadi hakim yang menghukum benar atau salahnya masing-masing orang dalam amalnya.

BAB IV
PENUTUP

Sebagai mahasiswa ideal dan seyogyanya, dengan adanya karya yang sangat memberi andil besar dalam kajian akidah (tauhid) khususnya, yaitu “ilmu kalam (tauhid)” dapat memberi jalan, sehingga tidak ada lagi alasan untuk hanya ikut-ikutan (taqlid) dalam bertauhid. Ilmu tauhid adalah ilmu yang sangat penting dalam membangun keimanan yang sejati, Ilmu tauhid adalah merupakan tiang yang amat kokoh dari segala ilmu, menurut Syekh Muhammad Abduh.
Tujuan terakhir dari ilmu ini, ialah menegakkan suatu kewajiban yang sama-sama disepakati, yaitu mengenal Allah yang Maha Esa, Maha tinggi dengan segala sifat-sifat yang wajib melekat pada diri-Nya, serta menyucikan-Nya dari sifat-sifat yang mustahil bagi Zat-Nya. Membenarkan para Rasul-Nya dengan keyakinan yang dapat menentramkan jiwa, dengan jalan berpegang teguh kepada dalil, bukan semata-mata menyerah kepada taqlid buta, sesuai yang ditunjukkan oleh al-Qur’an dan Sunnah Rasul kepada kita. Ia menganjurkan kepada kita untuk melakukan penyelidikan dengan mempergunakan akal, kepada benda-benda alam yang terdapat di sekitar kita, menembus rahasia-rahasia alam itu sekedar yang dapat dicapai, sehingga timbul keyakinan terhadap apa-apa yang telah dianjurkan kita menyelidiki nya.
Demikian penulisan makalah yang dapat kami sajikan dan kami sangat menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, maka kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi perbaikan dan pengembangan. Dan semoga ada manfaatnya. Amin.

Majenang, Januari 2012
Penulis

Badrus Soleh

BAB V
DAFTAR PUSTAKA


Hanafi A, Theology Islam, (Jakarta: PT. Al Husna Zikra, 1995), cet.6

Nata Abuddin, Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf, (Jakarta: Rajawali Pers, 1993)

Abduh Syekh Muhammad, Risalah Ilmu Tauhid, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1992)





MAKALAH STRATEGI BELAJAR : STAIS MAJENANG

BAB II
PEMBAHASAN

A.      Strategi Pembelajaran
Tugas utama seorang pengajar adalah menyelenggarakan kegiatan pembelajaran. Agar kegiatan itu terselenggara dengan efektif, seorang pengajar harus mengetahui hakikat kegiatan mengajar, dan strategi pembelajaran. Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku melalui interaksi antara individu dan lingkungan dimana ia hidup. Dalam hal ini proses merupakan rangkaian kegiatan yang berkelanjutan, terencana, gradual, bergilir, berkeseimbangan, dan terpadu, yang secara keseluruhan mewarnai dan memberikan karakteristik terhadap proses pembelajaran. Dalam buku Strateg Belajar Mengajar, Gulo (2002) menjelaskan makna belajar sebagai seperangkat kegiatan mental intelektual, yang hakikatnya sebagai usaha untuk mengubah tingkah laku. Belajar adalah suatu proses yang berlangsung di dalam diri seseorang yang mengubah tingkah lakunya, baik tingkah lak dalam berfikir, bersikap, maupun berbuat.
Mengajar diartikan sebagai usaha menciptakan sistem lingkungan yang terdiri atas komponen mengajar, tujuan pengajaran, peserta didik, materi pelajaran, strategi pengajaran, media pengajaran, dan faktor administrasi serta biaya yang memungkinkan terjadinya proses belajar secara optimal. Mengajarpun dapat diartikan sebagai proses mendidik atau membelajarkan peserta didik yang diasumsikan mempunyai beberapa fungsi, antara lain mebantu menumbuhkan dan mentransformasikan nilai-nilai positif sambil memberdayakan serta mengembangkan potensi-potensi kepribadian peserta didik. Pemahaman terhadap mengajar ditentukan oleh prsepsi pengajar terhadap belajar. Kalau belajar dianggap sebagai usaha untuk memperoleh pengetahuan, maka mengajar adalah memberi informasi. Kalau belajar adalah usaha untuk memperoleh ketrampilan, maka mengajar adalah melatih ketrampilan. Kalau belajar adalah kegiatan untuk mengolah informasi, maka mengajar adalah usaha untuk mengoptimalkan kegiatan pembelajaran.
Proses pembelajaran mengarah pada peningkatan kualitas manusia secara utuh, meliputi dimensi kognitif-intelektual, ketrampilan dan nilai-nilai lainnya.



B.       Pengertian Strategi Pembelajaran
Strategi berasala dari bahasa Yunani strategia yang berarti ilmu perang atau panglima perang. Berdasarkan pengertian ini, maka strategi adalah suatu seni merancang operasi di dalam peperangan, seperti cara-cara mengatur posisi atau siasat berperang, angkatan darat dan laut. Strategia dapat pula diartikan sebagai suatu ketrampilan mengatur suatu kejadian atau peristiwa. Secara umum sering dikemukakan bahwa strategi merupakan teknik yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan. Dalam bidang administrasi, strategi diartikan sebagai upaya yang bersifat makro, menyeluruh, jangka panjang dan didasarkan atas keputusan hasil penalaran. Strategi dimaknai pula sebagai tugas pokok lapisan sistem tingkat atas. Pada perkembangannya strategi digunakan dalam hampir semua disiplin ilmu.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua (1989) strategi adalah ilmu dan seni menggunaka semua sumber daya bangsa-bangsa untuk melaksanakan kebijaksanaan tertentu dalam peang dan damai. Yang dapat dianggap berkaitan langsung degan pengertia strategi dalam pengajaran bahwa strategi merupakan rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus.
Dalam konteks pengajaran, menurut Gagne (1974) strategi adalah kemampuan internal seseorang untuk berfikir, memecahkan masalah, dan mengambil keputusan. Artinya, bahwa proses pembelajaran akan menyebabkan peserta didik berfikir secara unik untuk dapat menganalisis, memecahkan masalah di dalam mengambil keputusan. Peserta didik akan mempunyai executive control, atau kontrol tingkat tinggi, yaitu analisis yang tajam, tepat, dan akurat. Sedangkan strategi secara kognisi adalah ebagai proses berfikir secara induktif yaitu membuat generalisasi dari fakta, konsep, dan prinsip dari apa yang diketahui seseorang (Bell Gredler, 1986). Strategi kognitif tidak berkaitan dnegan ilmu yang dimiliki seseorang, melainkan merupakan kemampuan berpikir internal yang dimiliki seseorang dan dapat diterapkan dalam berbagai bidang ilmu yang dimilikinya. Secara umum pengertian strategi adalah suatugaris-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan.
Keseluruhan pengertian strategi di atas merujuk pada aspek perencanaan yang cermat, terukur, dan dipersiapkan melalui mekanisme yang benar. Pengertian strategi tersebut diterapkan pada berbagai disiplin ilmu, termasuk kontek pengajaran.

C.      Klasifikasi Strategi Pembelajaran
Ada beberapa macam pengklasifikasian / penggolongan strategi pembelajaran diantaranya:
1.      Strategi pembelajaran berdasarkan cara memproses penemuan.
Berdasarkan cara memproses penemuan, strategi pembelajaran dibedakan atas strategi ekspositoris dan strategi penemuan (discovery).
a)      Strategi Pembelajaran Ekspositori
merupakan strategi berbentuk penguraian yang dapat berupa bahan tertulis atau penjelasan (presentasi) verbal. Pengajar mengolah secara tuntas pesan atau materi sebeum disampaikan di kelas. Strategi pembelajaran ini menyiasati agar semua aspek dari komponen-komponen pembentuk sistem instruksional mengarah paada tersampaikannya isi pelajaran (informasi) kepada peserta didik secara langsung.
b)      Strategi Pembelajaran Discovery
Dalam bukunya, Rustiyah (2001) dalam Dadang Suhendar, mengemukakan bahwa discovery atau penemuan adalah proses mental peserta didik yang mampu mengasimilasikan sebuah konsep atau prinsip.yang dimaksud dengan proses mental tersebut antara lain ialah mengamati, mencerna, mengerti, menggolongkan, menduga atau memperkirakan, menjelaskan, mengukur, dan membuat kesimpulan. Yang tergolong ke dalam konsep misalnya,segitiga, panas, demokrasi. Sedangkan yang dimaksud dengnan prinsip, mialnya, logam bila dipanaskan akan mengembang.
Dalam strategi pembelajaran ini peserta didik dibiarkan menemukan sendiri dan mengalami proses menal itu sendiri. Pengajar hanya membeimbing dan memberikan instruksi (petunjuk). Dalam strategi discovery pengajar harus berusaha meningkatkan aktivitas peserta didik dalam proses pembelajaran.
2.      Berdasarkan kegiatan pengolahan pesan atau materi.
Berdasarkan kegiatan pengolahan pesan atau materi,maka strategi pembelajaran dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu strategi pembelajaran ekspositoris dan strategi pembelajaran heuristik atau kurioristik.
a)      Strategi Pembelajaran Ekspositoris
Strategi pembelajaran ekspositoris merupakan strategi pembelajaran berbentuk penguraian, baik berupa bahan tertulis maupun penjelasan atau penyajian verbal. Pengajar mengolah materi secaratuntas sebelum disampaikan di kelas. Strategi pembelajaran ini menyiasati agar semua aspek dari komponen-komponen pembentuk sistem instruksional mengarah pada sampainya isi pelajaran kepada peserta didik secara langsung. Dalam strategi ini pengajar berperan sangat dominan, sedangkan peserta didik berperan sangat pasif atau menerima saja.
b)      Strategi Pembelajaran Heuristik atau Kurioristik
Strategi pembelajaran heuristik adalah strategi pembelajaran yang bertolak belakang dengan strategi pembelajaran ekspositoris karena dalam strategi ini peserta didik diberi kesempatan untuk perperan dominan dalam proses pembelajaran. Strategi ini menyiasati agar aspek-aspek komponen pembentuk sistem instruksional mengarah pada pengaktifan peserta didik mencari dan menemukan sendiri fakta, prinsip, dan konsep yang mereka butuhkan.
Dalam strategi heuristik pengajar pertama-tama mengarahkan peserta didik kepada data-ata terpilih, selanjutnya peserta didik meumuskan kesimpulan berdasarkan data-data tersebut. Bila kesimpulan tepat, tercapailah tujuan strategi pembelajaran ini dan proses berakhir. Sebaliknya, bila kesimpulan salah, pengajar bisa memberikan data baru sampai peserta didik memperoleh kesimpulan yang tepat. Dalam strategi ini pengajar hanya mengarahkan dan menuntun sampai peserta didik isa menemukan sendiri.
Strategi pembelajaran heuristik adalah sebuah strategi yang menyiasati agar aspek-aspek dari komponen-komponen pembentuk sistem instruksional mengarah kepada pengaktifan peserta didik, mencari dan menemukan sendiri fakta, pinsip dan konsep yang mereka butuhkan.
Teknik penyajian yang paralel dengan strategi pembelajaran ini adalah inkuiri (inquiry), pemecahan masalah (problem solving), eksperimen, penemuan (discovery), teknik nondirektif, penyajian secara kasus, dan teknik penyajian kerja lapangan. Teknik penyajian pelajaran yang paralel dengan strategi ini adalah teknik ceramah, teknik diskusi, teknik interaksi massa, teknik antar disiplin, teknik simulasi, teknik demonstrasi, dan teknik team teaching.
3.      Strategi Pembelajaran Berdasarkan Penekanan Komponen Dalam Program Pengajaran
Seperti telah dikemukakan di atas, berdasarkan komponen yang mendapat tekanan dalam program pengajaran, terdapat tiga macam strategi pengajaran, yaitu (1) strategi pembelajaran yang berpusat pada pengajar, (2) strategi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, dan (3) strategi pembelajaran yang berpusat pada materi pengajaran.
a.       Strategi Pembelajaran yang berpusat pada Pengajar
 Strategi pembelajaran yang berpusat pada pengajar merupakan strategi yang paling tua, disebut juga strategi pembelajaran tradisional. Ada yang berpendapat bahwa mengajar adalah menyampaikan informasi kepada peserta didik. Dalam pengertian demikian, tekanan strategi pembelajaran berada pada pengajar itu sendiri. Pengajar berlaku sebgai sumber informasi yang mempunyai posisi sangat dominan. Pengajar harus berusaha mengalihkan pengetahuannya kepada peserta didik dan menyampaikan keterang atau informasi sebanyak-banyaknya kepada peserta didik. Belajar dalam pendekatan ini adalah usaha untuk menerima informasi dari pengajar sehingga dalam aktivitas pembelajaran peserta didik cenderung menjadi pasif. Strategi pembelajaran yang berpusat pada pengajar ini disebut dengan teacher center strategies.
Teknik penyajian pelajaran yang paralel dengan strategi pembelajaran ini adalah teknik ceramah, teknik demonstrasi, dan teknik antar disiplin.
a)      Strategi Pembelajaran yang berpusat pada Peserta Didik
Tujuan mengajar adalah membelajarkan peserta didik. Membelajarkan berarti meningkatkan kemampuan peserta didik untuk memproses, menemukan, dan menggunakan informasi bagi pengembangan diri peserta didik dalam konteks lingkungannya. Strategi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, atau student center strategies, bertitik tolak pada sudut pandang yang memberi arti bahwa mengajar merupakan usaha untuk menciptakan sistem lingkungan yang mengoptimalkan kegiatan belajar. Mengajar dalam arti ini adalah usaha untuk menciptakan suasana belajar bagi peserta didik secara optimal. Yang menjadi pusat perhatian adalah peserta didik, menitik beratkan pada usaha meningkatkan kemampuan peserta didik untuk menemukan,memahami, dan memproses informasi.
Peserta didik bukan ojek pendidikan karena sebagai manusia ia adalah subjek dalam modalitas. Dalam proses pembelajaran peserta didik berusaha secara aktif untuk mengembangkan dirinya di bawah bimbingan pengajar. Oleh karena itu, dalam kegiatan pembelajaran peserta didik harus diperlakukan dan memperlakukan dirinya bukan sebagai objek, tetapi sebagai subjek aktif.dalam proses pembelajaran peserta didik adalah manusia yang menjalani perubahan untuk menjadikan dirinya sebagai seorang individu dan personal yang mempunyai kepribadian dengan kemampuan tertentu. Dengan kata lain, aktualisasi diri (self actualization).
Berdasarkan pemahaman tersebut,strategi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik adalah strategi pembelajaran yang memberi kesempatan seluas-luasnya kepada peserta didik untuk aktif dan berperan dalam kegiatan pembelajaran. Dalam strategi pembelajaran ini pengajar berperan sebgai fasilitator dan motivator. Pengajar membantu peserta didik untuk mengembangkan dirinya secara utuh sehingga pengajar harus mengenal potensi-potensi yang dimiliki peserta didik untuk dikembangkan.
Teknik yang paralel dengan strategi pembelajaran iniadalah tekni inquiri (inquiry), teknik satuan pengajaran (unit teaching), teknik advokasi, teknik diskusi, teknik kerja kelompok, teknik penemuan (discovery), teknik eksperimen, teknik kerja lapangan, tenik sosiodrama, teknik non directive, dan teknik penyajian khusus.
b)      Strategi Pembelajaran yang berpusat pada Materi Pengajaran
Materi pelajaran dapat dibedakan antara materi formal dan materi informal. Materi formal adalah pelajaran yang terdapat dalam buku teks resmi di sekolah sedangkan materi informal adalah bahan pelajaran yang bersumber dari lingkungan sekolah yang bersangkutan. Bahan-bahan yang bersifat informal ini dibutuhkan agar pengajaran lebih relevan dan aktual atau berdasarkan situasi nyata.
Pendidikan yang berlangsung di lembaga pendidikan formal adalah pendidikan yang terarah pada tujuan tertentu. Salah satunya berorientasi pada disiplin ilmu pengetahuan, yang mengantar peserta didik pada penguasaan ilmu pengetahuan atau materi pengajaran. Sehubungan dengan itu, maka strategi pembelajaran diarahkan dan disusun berdasarkan disiplin ilmu pengetahuan atau materi pengajaran yang menjadi sasarannya. Pada hakikatnya, suatu strategi pembelajaran terdiri atas semua komponen materi atau paket pengajaran dan prosedur yang akan digunakan untuk membantu peserta didik dalam mencapai tujuan pengajaran tertentu.
Strategi pembelajaran yang berpusat pada materi pengajaran, atau yang disebut dengan material center strategies bertitik tolak pada pendapat yang mengemukakan bahwa belajara adalah usaha untuk memperoleh dan menguasai informasi. Dalam hal ini,strategi pembelajaran dipusatkan pada materi pelajaran. Menurut Gulo (2002) dalam strategi ini perlu diperhatikan dua hal.
Pertama, kecenderungan pada dominasi kognitif dimana pendidikan afektif dan keterampilan kurang mendapat perhatian yang memadai dalam kerangka peningkatan kualitas manusia seutuhnya.
Kedua, materi pelajaran yang disampaikan di kelas dan yang dimuat dalam buku teks, akan makin usang dengan makin pesatnya perkembangan dalam bidang pengetahuan dan teknologi. Materi pelajaran lebih berfungsi sebagai masukan (input) yang akan berbaur dalam proses pembelajaran.
Strategi pembelajaran yang berpusat pada materi berkembang seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan yang disertai arus globalisasi yang berakibat pengajar tidak lagi menjadi sumber informasi. Sekolah tidak mungkin lagi menjadi satu-satunya sumber informasi, karena banyak media yang dapat digunakamn untuk mendapatkan informasi, seperti melalui media massa dan elektronik.
Teknik penyajian yang paralel dengan strategi pembelajaran yang berpusat pada materi pelajaran adalah tutorial, teknik modular, dan teknik pengajaran terpadu (antardisiplin), teknik secara kasuistik, teknik kerja lapangan, teknik eksperimen, dan teknik demonstrasi



BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa strategi pembelajaran merupakan sebuah cara yang digunakan oleh guru untuk menyampaikan materi pelajaran atau pesan-pesan agar mudah difahami oleh peserta didik. Sehingga tercapailah apa yang menjadi tujuan pendidikan.
Setiap guru atau tenaga pengajar dalam hal menyampaikan materi pelajaran memiliki strategi yang berbeda-beda, hal ini bergantung pada tingkat ilmu atau pengalaman yang dimiliki oleh masing-masing guru. Semakin luas pengalaman yang dimilikinya maka akan semakin profesional dalam kemampuan mengajarnya.
Ada banyak sekali mengenai strategi pembelajaran yang penulis temukan pada sumber-sumber yang ada. Dan masing-masing memiliki perbedaan yang signifikan baik dalam pengertian maupun dalam praktek lapangan. Sehingga strategi apapun yang digunakan bisa efektif, tentunya disesuaikan dengan situasi dan prasarana yang ada.

Pareng................
Badrus Soleh

 DAFTAR PUSTAKA






Tidak ada komentar:

Posting Komentar